Kukang Pemalas Terima Akibatnya Karya Tri Janarti

contoh cerita fabel untuk anak sd dan smp

Kukang Pemalas Terima Akibatnya Karya Fabel Tri Janarti Halo, Kawan Minggoeku!Pernahkah kamu membaca kisah tentang hewan-hewan yang bisa berbicara dan bertingkah seperti manusia? Nah, cerita seperti itu disebut fabel. Cerita ini bukan hanya seru dan lucu, tapi juga penuh pesan moral yang bisa kamu ambil sebagai pelajaran hidup. Dalam artikel ini, kita akan membahas apa itu fabel, mengenal struktur cerita fabel, hingga melihat contoh cerita fabel untuk anak SD dan SMP. Yuk, kita mulai!  Apa itu Fabel? Fabel adalah jenis cerita fiksi yang tokohnya biasanya berupa hewan, tumbuhan, atau benda mati yang bertingkah seperti manusia. Mereka bisa berbicara, berpikir, dan bahkan memiliki emosi. Meski tokohnya bukan manusia, pesan moral yang disampaikan sangat dekat dengan kehidupan kita sehari-hari. Ciri khas dari fabel adalah: Tokohnya bukan manusia (biasanya hewan) Mengandung pesan moral atau nilai-nilai kehidupan Cerita bersifat mendidik dan mudah dipahami, terutama untuk anak-anak Struktur Cerita Fabel Sebelum membuat atau memahami cerita fabel, penting untuk mengetahui struktur atau bagian-bagian di dalamnya. Secara umum, struktur cerita fabel terdiri dari: Orientasi, yaitu bagian pembuka yang memperkenalkan tokoh, waktu, dan tempat kejadian. Komplikasi, yaitu munculnya masalah atau konflik dalam cerita, biasanya antara dua tokoh atau lebih Resolusi, yaitu penyelesaian dari konflik yang terjadi, bisa berakhir baik atau buruk tergantung pesan yang ingin disampaikan. Koda (opsional), yaitu penutup cerita yang sering kali berisi pesan moral atau pelajaran hidup. Contoh Cerita Fabel untuk Anak SD dan SMP  Berikut contoh cerita fabel untuk anak SD dan SMP yang bisa menjadi inspirasi bacaan atau tugas menulis, salah satunya Kukang Pemalas Terima Akibatnya Karya Tri Janarti:  Kilau cahaya mengintip dari balik dedaunan lebat di dalam hutan. Terpancar lurus menembus celah batang dan ranting pepohonan. Merpati terbang sangat cepat di antara pepohonan ke tempat yang paling disegani di sana. Kecepatan terbang Merpati menarik perhatian para penghuni hutan, termasuk Semut, Kukang, dan Kelelawar. “Kukang, Kelelawar, kenapa Merpati terbang secepat itu ke arah tempat tinggal Baginda?” kata Semut yang sedang mendaki pohon tempat tinggal Kukang. “Paling ada berita baru,” jawab Kukang sambil hendak menutup matanya kembali. Semut memiringkan kepalanya, “Berita apa lagi?” “Mana kutahu,” balas Kukang, “sudah aku mau tidur dulu, ya.” “Loh?! Kamu ‘kan baru bangun, Kukang!” protes Semut setengah berteriak. Kelelawar cekikikan melihat kedua temannya. Sambil tetap menggantung terbalik di batang pohon Kukang, dia berkata, “Semut, kamu penasaran sekali, ya?” Semut yang sedang menggerutu sembari menuruni pohon Kukang langsung menghentikan langkahnya. Dia mengangguk-anggukkan kepalanya cepat. Anggukannya bak mewakili rasa penasarannya yang sangat besar. “Baik. Aku akan ikuti Merpati untukmu. Tapi, aku kabari kau setelah aku terbangun yang entah kapan itu hahahaha,” Kelelawar terbang meninggalkan Semut dan Kukang sambil terus tertawa keras. Semut pun makin kesal mendengar kedua temannya yang pemalas dan tukang tidur itu. Dia memilih segera pulang untuk membantu keluarganya mengolah makanan. *** Terang cahaya pagi telah digantikan oleh cahaya redup bulan. Semua hewan hutan dipanggil untuk menghadap sang raja hutan. Mereka berbondong-bondong berjalan ke arah tempat tinggal Singa, raja mereka. “Kelelawar, kau ‘kan tadi membuntuti Merpati.” “Hmm…” jawab Kelelawar sambil menaik-turunkan kepalanya. Ada apa malam-malam kita disuruh berkumpul?” tanya Semut yang menumpang di punggung Tupai. “Tunggu penjelasan langsung dari Baginda saja,” jawab Kelelawar sekenanya lalu terbang mendahului teman-temannya. “Dasar pelit!” teriak Semut dan Tupai. *** Kawanan hewan hutan itu akhirnya sampai di depan sebuah batu besar. Batu itulah singgasana yang hanya boleh diinjak sang raja hutan. Para hewan membentuk barisan rapi menghadap batu itu. Kemudian, seekor singa gagah yang digelari Baginda berdiri di atasnya. Singa mengedarkan pandangan dari sisi kiri ke kanan. Tampaknya mencoba mengecek kehadiran seluruh rakyatnya. “Semua sudah berkumpul?” “Sudah, Baginda!” jawab rakyat hutan kompak. “Tidak,” kata Tupai tiba-tiba, “Kukang masih tertidur pulas.” “Dia sulit dibangunkan, Baginda,” tambah Semut. Singa mengangguk, “Kalau begitu, sampaikan saja yang kukatakan malam ini kepadanya.” “Siap, Baginda!” jawab mereka serentak. Singa menghela napasnya. Lalu, dia mulai membuka suara, “Merpati tadi ke sini membawa pesan dari Tuan Anjing. Katanya, kekeringan akan segera datang kembali.” “Loh, Baginda, bukankah kemarau baru saja kita lewati?” tanya Tupai heran. Mata Singa menatap Tupai yang dibalas gerakan mundur satu langkah oleh Tupai sebab takut dengan mata tajam rajanya “Ya, benar. Tapi, menurut Tuan Anjing, kondisi bumi semakin memburuk sehingga kemarau selanjutnya datang lebih cepat.” “Percayalah pada kepintaran dan kesetiaan Tuan Anjing kepadaku,” tambah Singa tegas. Semua terdiam. Mereka terlihat murung. Sang raja hutan memahami kekhawatiran rakyatnya. Dia pun melanjutkan, “Jadi, mulai dari sekarang, kita harus mengumpulkan persediaan makanan dan minuman untuk menghindari kesulitan hidup saat kekeringan datang.” “Baik, Baginda!” *** Keesokan harinya, Semut dan Tupai mulai bergerak untuk mengumpulkan persediaan. Mereka tidak sengaja bertemu dengan Singa yang sedang berkeliling hutan di bawah pohon tempat Kukang tinggal. Mereka pun memberi hormat kepada Singa yang dibalas anggukan. Singa menengadahkan kepalanya ke atas pohon itu. Dia mengaum berkali-kali dengan maksud membangunkan Kukang. Akan tetapi, tidak ada pergerakan dari tubuh Kukang. Tupai pun segera memanjat pohon dan membangunkan Kukang. “Hei, Kukang, bangun!” Tupai mengguncang-guncangkan tubuh Kukang. Tapi, Kukang tak bergeming. Dia tetap memejamkan matanya. Tupai mendekatkan mulutnya ke telinga Kukang. Dia menarik napas panjang lalu sedikit mengeraskan suaranya di telinga Kukang, “Baginda menunggumu di bawah pohon!” Seketika, Kukang bangun. Dia menjulurkan kepalanya ke bawah pohon. Mata Kukang pun bertemu dengan mata tajam Singa yang menatap ke arahnya. Dengan terburu-buru, Kukang turun dari pohonnya. “Baginda, ada apa ke mari?” tanya Kukang dengan raut panik. Singa mendekatkan tubuhnya ke Kukang. Kukang yang takut memundurkan tubuhnya. “Kenapa kau masih tidur? Bukankah lebih baik mencari persediaan agar tidak kesulitan saat kekeringan datang lagi nanti?” Dengan kebingungan, Kukang menjawab, “Kekeringan? Bukankah kemarau sudah berlalu, Baginda?” “Belum ada yang menyampaikan kepadanya?” tanya Singa ke hewan-hewan lain yang ada di sana. “Be… belum, Baginda, karena Kukang tidur terus,” jawab Semut jujur. “Oh begitu,” Singa memandang Kukang lagi. “Kukang, kau sebaiknya segera mencari persediaan daripada tidur. Kemarin, aku mendapat kabar dari Tuan Anjing bahwa kekeringan akan datang lagi.” “Ba… baik, Baginda,” ucap Kukang. Singa pun pergi meninggalkan mereka. Setelah itu, Semut mengajak kawan- kawannya untuk segera melaksanakan perintah Baginda tadi secepatnya. “Teman-Teman, kita harus segera mencari persediaan jika tidak mau kesulitan nanti,” kata Semut. “Iya. Aku akan mencari persediaan sekarang,”